Februari 08, 2012

Belajar dari Burung Hud-hud

Kita mungkin sudah tidak asing dengan burung hud-hud. Burung ini adalah salah satu burung yang disebutkan di dalam Al-Qur’an yang terdapat dalam kisah nabi Sulaiman as. Di dalam Al-Qur’an dikisahkan tentang burung hud-hud yang melakukan pengintaian terhadap suatu kaum yang kemudian hasil pengintaian ini ia sampaikan kepada nabi Sulaiman as. selaku pemimpinnya. Berdasarkan kabar yang disampaikan oleh si burung, maka dakwah terhadap kaum tersebut dapat dilakukan. Allah berfirman:
“Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir? Sungguh aku benar-benar akan mengadzabnya dengan adzab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia dating kepadaku dengan alasan yang terang.” Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba’ suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” (An-Naml 20-23)
Inti cerita tentang keterlambatan burung hud-hud tersebut di atas adalah:
Keterlambatan burung hud-hud dalam pertemuan tersebut dikarenakan kerja dakwah yang dilakukannya tanpa adanya perintah dari sang nabi (mengintai negeri Saba’ red.) yang kemudian hasil pengintaian itu menjadi perantara suatu kaum mendapat hidayah Allah. Akan tetapi tindakan yang dilakukan burung hud-hud tidak dapat dijadikan alasan bekerja di luar kendali (tasayyub). Tindakan yang dilakukan burung hud-hud karena ia mengetahui kondisi yang merupakan peluang dakwah.
Burung hud-hud tidak keluar dari tujuan jama’ah dan sarananya, juga tidak melanggar prinsip-prinsip umum atau mengabaikan perintah lainnya yang lebih utama. Kisah ini menunjukkan pada diri burung hud-hud terdapat jiwa yang sadar misi (yaqzhah), teliti dalam beramal (diqqah) dan semangat untuk berdakwah. Selain pelajaran mengenai sikap seorang jundi dakwah, kisah ini juga menggambarkan sikap yang dimiliki nabi Sulaiman selaku pemimpin (qiyadah) yang memiliki sikap kontrol dan ketegasan dalam menyelesaikan persoalan anggotanya sekecil apapun persoalan tersebut dan dilakukan oleh anggota serendah apapun jenjangnya.
Kisah ini banyak mengandung ibrah untuk para aktivis dakwah apapun posisinya, di antaranya:
1. Inisiatif, seorang aktivis dakwah hendaklah memiliki inisiatif tanpa adanya perintah dalam menjalankan tugas dakwah. Ia memanfaatkan keberadaan dirinya di suatu tempat sebagai peluang untuk melakukan perbuatan baik dan bermanfaat bagi orang lain (dakwah red.)
2. Tidak semua rencana/planning akan berjalan dengan lancar dan dapat dimutaba’ahi, karena itu pengarahan terhadap semua perintah dan kebijakan adalah lebih diutamakan.
3. Adanya pengecekan terhadap keterlambatan burung hud-hud berikut dengan alasannya. Dan pemimpin pun menerima alasan tersebut setelah dilakukan pengecekan, dan membatalkan hukuman yang telah dijanjikan karena alasan yang dikemukakan bernilai kebenaran.
4. I’tidzar lil qa’id fi ada’il wajib. Dalam kisah ini kita dapat melihat bahwa dalam pemaafan (ma’dzirah) dan menyampaikan alasan (i’tidzar) terdapat sesuatu yang berharga ketika pengetahuan burung hud-hud memberikan manfaat kepada pemimpin. Kemampuan dalam menyampaikan berita yang penting dan besar dan taat kepada pemimpin dengan mennjawab alasan keterlambatan dengan hal yang lebih penting.
5. Pentingnya kehadiran secara da’wiyan dan tarbawiyan, bukan hanya kehadiran di halaqah atau di usrah atau di ijtima’. Hendaknya kita senantiasa hadir dalam setiap aktivitas dakwah dan tarbiyah. Maka, di sinilah peran seorang qiyadah/pemimpin/murabbi/mas’ul dalam mengontrol dan memperhatikan kehadiran binaannya dalam aktivitas dakwah dan tarbiyah.
6. Hendaknya pemimpin tidak cuek. Dalam kisah ini nabi Sulaiman selaku pemimpin bersikap:
a. Merasa kehilangan terhadap pengikutnya (tafaqqudul amiir lil atba’).
Adanya perhatian terhadap kehadiran orang-orang yang dipimpinnya merupakan bagian dari tanggung jawab yang harus diemban. Sikap ini juga dapat membangkitkan perasaan dibutuhkan dari seorang jundi oleh pemimpinnya, sehingga dapat membangkitkan semangat mereka.
b. Sangat perhatian terhadap perkara (akhdzul amri bil hazm). 
Seorang pemimpin harus memiliki wibawa di hadapan pengikutnya dengan bersikap tegas, bahkan dalam perkara yang kecil sekalipun.
c. Evaluasi (muhasabah). 
Hendaklah seorang pemimpin memiliki inisiatif untuk mengevaluasi proses tarbiyah dan hasil perjalanan tarbiyah yang telah ia lakukan.
d. Klarifikasi uzur (tabayyunul ‘udzr). 
Klarifikasi alasan keuzuran binaan dilakukan agar penyikapan dan perlakuan yang akan diambil lebih berdampak positif.
e. Menghargai masing-masing anggota (taqdir kulli udhwin). 
Seorang anggota, betapapun kondisinya harus dihargai sebagai anggota dan tidak boleh dipandang sebelah mata.
7. Kerja yang kecil juga dapat melahirkan hal yang besar. Seperti halnya kerja pengintaian burung hud-hud yang hanya sekedar menghasilkan informasi keadaan dan kondisi keagamaan suatu kaum, dapat menghasilkan prestasi besar yakni keislaman seluruh negeri Saba’.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah si burung hud-hud di dalam Al-Qur’an dalam bekerja dan berkontribusi di aktivitas dakwiyah dan tarbawiyah.


(Materi Kajian KTP UGM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar