Mei 08, 2011

Alginat oh Alginat

Alginat merupakan komponen utama dari getah alga coklat (Phaeophyceae), dan merupakan senyawa penting dalam dinding sel spesies alga yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae (Winarno, 1996). Dinding sel alga coklat umumnya mengandung 3 komponen yaitu selulosa, asam alginat dan polisakarida sulfat (Graham dan Wilcox, 2000). Asam alginat terletak di dua tempat yakni pada dinding sel dan ruang interseluler (Bold dan Wynne, 1985) dan merupakan 20-40 % dari berat kering thallus (Graham dan Wilcox, 2000). Secara kimia, alginat merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier yang panjang (Winarno, 1996).
Struktur Kimia Alginat 
Terdapat dua jenis monomer penyusun alginat, yaitu β-D-Asam Mannopiranosil Uronat dan α-L-Asam Gulopiranosil Uronat. Dari kedua jenis monomer tersebut, alginat dapat berupa homopolimer yang terdiri dari monomer sejenis, yaitu β-D-Asam Mannopiranosil Uronat saja atau α-L-Asam Gulopiranosil Uronat saja; atau alginat dapat juga berupa senyawa heteropolimer jika monomer penyusunnya adalah gabungan kedua jenis monomer tersebut (Winarno, 1996). Mayoritas alga coklat mengandung asam manuronik dan guluronik dengan perbandingan 1:1, dimana proporsi ini dapat bervariasi tergantung musim, umur dan spesies, tipe jaringan serta lokasi geografisnya (Kraemer dan Chapman, 1991 dalam Graham dan Wilcox, 2000). 
Sifat Fisik dan Kimia Alginat
Sebagian besar sifat-sifat alginat tergantung pada tingkat polimerisasi dan perbandingan komposisi asam guluronat dan manuronat dalam molekul. Menurut An Ullman’s (1998) dalam Rasyid1 (2003), ikatan glikosidik antara asam manuronat dan guluronat kurang stabil terhadap hidrolisis asam dibandingkan ikatan dua asam manuronat atau dua asam guluronat.
Alginat membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen, serta amin dengan berat molekul rendah, dan ion magnesium. Alginat merupakan molekul linier dengan berat molekul tinggi, sehingga alginat mudah sekali menyerap air. Berdasarkan hal tersebut, maka alginat memiliki fungsi yang sangat baik sebagai bahan pengental (Winarno, 1996).
Alginat dalam perdagangannya sebagian besar berupa natrium alginat, yaitu suatu garam alginat yang larut dalam air. Jenis lain yang larut dalam air adalah kalium atau ammonium alginat, sedangkan alginat yang tidak larut dalam air adalah kalsium alginat dan asam alginat (Winarno,1996).
Viskositas yang tinggi merupakan salah satu sifat yang penting dari alginat. Sifat ini sering dijadikan sebagai ukuran kualitas alginat yang diperdagangkan (Rasyid1, 2003). Sifat ini sangat dipengaruhi oleh penambahan sejumlah kecil NaCl, Na2SO4, Na2CO3, dan garam-garam natrium ammonia. Salah satu hal yang terpenting yaitu jumlah asam alginat yang bereaksi dengan ion logam polivalen untuk membentuk gel atau larutan yang viskositasnya tinggi. Ion divalen yang penting dan umum digunakan untuk tujuan tersebut adalah kalsium. Peningkatan konsentrasi kalsium akan menyebabkan alginat menjadi sangat viskos hingga akhirnya mengendap (Chapman & Chapman, 1980 dalam Rasyid1, 2003). 
Manfaat Alginat
Alginat pada makroalga coklat memiliki peran fisiologis seperti peran selulosa pada tumbuhan darat. Selulosa merupakan komponen serat yang membentuk dinding sel tumbuhan (Fessenden dan Fessenden, 1982; Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).  Hubungan antara struktur dan fungsi ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan komposisi alginat pada spesies yang berbeda, atau bahkan antara jaringan yang berbeda pada individu yang sama. Pada Laminaria hyperborea, stipe dan holdfast memiliki kandungan asam guluronat yang tinggi yang memberikan tekstur yang kaku. Sedangkan blade makroalga yang sama memiliki karakteristik alginat dengan komposisi asam guluronat  yang lebih rendah, yang memberikan tekstur thallus yang lebih fleksibel (Draget et al., 2005).
Perbedaan rasio monomer penyusun alginat menentukan jenis pemanfaatannya. Alginat dimanfaatkan dalam berbagai industri seperti industri makanan, industri minuman, industri obat, industri kosmetik, industri tekstil, industri cat dan penggunaan lainnya. Pemanfaatan alginat antara lain sebagai emulsifying agent, disintegrating agent, dan moistourising agent (Rachmat dan Rasyid, 2002).
Menurut Astawan (1997) dalam Rasyid1 (2003), alginat memiliki afinitas (daya ikat) yang tinggi terhadap logam berat dan unsur-unsur radioaktif. Oleh karena alginat tidak dapat dicerna, maka konsumsi alginat sangat membantu membersihkan polusi logam berat dan unsur radioaktif yang terdapat dalam makanan.
Khasiat biologi dan kimiawi senyawa alginat juga dimanfaatkan pada pembuatan obat antibakteri, antitumor, penurun tekanan darah tinggi, dan mengatasi gangguan kelenjar (Anonim1, 2003).

Pustaka:

Anonim1, 2003, Menggali Manfaat Rumput Laut, [Serial online]. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/23/bahari/431127.htm diakses tanggal 25 April 2007 13.24 Wita.
Bold, H., C., dan Wynne, M., J., 1985, Introduction to The Algae, Prentice-Hall, Inc., USA.
Draget, K. I., Olav S. and Gudmund S., 2005, Polysaccharides and Polyamides in the Food Industry. Properties, Productio, and Patents. Edited by A. Steinbüchel and S. K. Rhee, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim.
Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden, 1986, Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta. 
Graham, L. E. dan L. W. Wilcox, 2000, Algae, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Keeton, William T. dan James L. Gould, 1986, Biological Science 4th Edition, W.W.Norton & Company, Inc., USA. 
Poedjiadi, A. dan F.M. Titin Supriyanti, 2007, Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi, UI-Press, Jakarta.     
Rachmat, R. dan Abdullah Rasyid, 2002, Rasio Monomer dan Viskositas Beberapa Alginat Dari Sargassum, Prosiding Seminar Nasional Rumput Laut dan Mini Symposium Mikroalgae, Makasar 23-25 Oktober 2002: 146-151. 
Rasyid1, A., 2003, Algae Coklat (Phaeophyta) Sebagai Sumber Alginat, Oseana Volume XXVIII No. 1: 33-38. 
Winarno, F., G., 1996, Teknologi Pengolahan Rumput Laut, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
note: saya belum sempat menemukan gambar struktur alginatnya, mohon sabar menunggu ya /please

April 03, 2011

Farewell Gathering HIMMPAS UGM [Januari 2011]

Setelah Musyawarah Akbar HIMMPAS X berlalu, ternyata masih ada agenda besar untuk mempertemukan pengurus lama (HIMMPAS X) dengan pengurus baru (HIMMPAS XI). Acara ini diberi judul "Farewell Gathering HIMMPAS" (yaah...kurang lebih begitu lah..... ^^v ).

Halaman depan Kebun Buah Mangunan. Sebelum melewati pintu masuk, bis kami melewati deretan pohon durian yang tertata rapi ^^d
Iseng kujepret papan nama yang tergantung di dinding bangunan terbuka semacam pelataran tempat berkumpul ^^"

Acara ini mengambil tempat di kebun buah  Mangunan, Imogiri, kabupaten Bantul, DIY. Seperti biasa, acaranya tak jauh-jauh dari sesi "narsisus ria".

  
Pembukaan sekaligus sambutan dari Mr. Adi Suhendra sang Ketua Umum HIMMPAS X

Setelah para peserta menapakkan kaki di areal kebun buah, acara dibuka oleh Ketua HIMMPAS X Mr. Adi Suhendra, S. Hut dan dipandu oleh Sekretaris Umum HIMMPAS X yang sekaligus sebagai Ketua Panitia acara ini Mr. Nurdin Riyanto, ST (hehehe....tenang, bukan Nurdin yang Ketua Organisasi Olahraga itu lho!!! ^^" ). Omong-omong, Mr. Adi kok resmi banget yak??? hohoho.........iya dong, lha....katanya ntar tu ada acara futret-futretan (pake seragam HIMMPAS angkatan X dunks >>> itu tu yang warna biru tua plus abu-abu itu lho!!). ^___^

Peserta akhwat (yg sadar kamera emang member of genk narsis.....hehehe ^^v )
Dan...sebagai penutup, perkenalkan Ketua HIMMPAS XI >>>

Ketua HIMMPAS XI (he.....saya lupa namanya. Kalau tidak salah Mr. Abdul Latif ^^" )
Baiklah, buat teman-teman yang tidak ikut meramaikan acara Farewell Gathering HIMMPAS, terakhir kupersembahkan gambar lansekap yang sempat kuabadikan. hehehe....kali aja jadi mupeng pengen maen ke kebun buah Mangunan ^^v

Lansekap yang kami temui setelah mendaki dan melewati jalan setapak di antara rimbunan puun-puun ^__^ 


Lihatlah aktivitas yang terabadikan di gambar ini >> tak jauh-jauh dari ber-narcis ria. hohoho...... No Exist Without Narcis dab.....

April 02, 2011

Musyawarah Akbar XI HIMMPAS UGM

Setelah mengemban amanah selama hampir setahun di Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) UGM, maka dengan terselenggarakannya Musyawarah Akbar HIMMPAS di tahun 2010 pada tanggal 24-25 Desember berakhirlah masa kepengurusan HIMMPAS X.

Inilah wajah para HIMMPASer X yang tengah menunggu eksekusi pertanggungjawaban selama kepengurusan di tahun 2011.

Jika di dalam ruang musyawarah para peserta sibuk berdiskusi, maka di luar sibuk mengabadikan eksistensi ^^".
Sedih rasanya karena tak semua personil bisa ikut meramaikan musyawarah kali ini, tapi semoga masih ada kesempatan untuk berkumpul kembali dengan "lebih lengkap".

Rekan-rekan HIMMPASer X, terima kasih atas kerjasamanya selama ini dan terima kasih pula untuk ukhuwah yang terjalin antara kita. 
Jangan lupa untuk mengagendakan reunian ya.... ^^v


[dedicated to HIMMPASer X UGM]

[sedikit tentang] THALASSEMIA di Indonesia

Setelah melakukan penelitian di Sumatera dan NTT ditemukan bahwa salah satu factor pemicu thalassemia adalah factor genetik. Hal itu dapat dilihat dengan perbandingan penderita thalassemia di kedua daerah. Di daerah Sumatera penderita thalassemia bisa dikatakan sedikit dengan persentase 15% untuk Sumatera Selatan. Sedangkan, di NTT (Sumba) mencapai 36%.

Pernyataan ini didukung oleh ilmuwan biomolekuler Prof.Dr. Sangkot Marzuki yang menyatakan bahwa thalassemia merupakan penyakit genetic tipikal penduduk wilayah tropis seperti Sardinia, Italia, Cyprus, Mediterania, Negara-negara asia dan Papua. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan thalassemia juga menjadi masalah Negara-negara subtropik. Hal ini bisa terjadi dengan adanya migrasi penduduk Negara tropis ke wilayah subtropik. Apalagi jika terjadinya perkawinan silang.

Dengan majunya teknologi, maka gen thalassemia bisa didiagnosa. Dengan mengetahui asal/ras pasien maka diagnosa dan penanganan bisa lebih mudah karena diketahui bahwa setiap wilayah asal thalassemia memiliki ciri mutasi gen tersendiri, misalnya di Italia. Setiap pasangan yang akan menikah melakukan diagnosa gen untuk mengetahui apakah mereka menderita thalassemia atau tidak.

Thalassemia merupakan penyakit yang belum dapat disembuhkan. Diawali dengan anemia berat akibat kerusakan sel darah merah. Akibatnya, tubuh kekurangan oksigen. Kondisi ini dapat ditanggulangi dengan transfuse darah. Akan tetapi dengan transfuse pun penderita hanya bisa bertahan 30-40 tahun, sedangkan tanpa transfusi hanya bertahan 10 tahun.

Transfusi pun ternyata membawa efek negatif dalam jangka panjang. Dengan masuknya darah, maka penderita akan mengalami kelebihan zat besi yang dapat menyumbat pernapasan sehingga mengakibatkan kematian. Zat besi yang berlebihan ini pun dapat mengganggu fungsi organ karena terjadinya penumpukan pada organ tersebut. Karena kekurangan darah merah, maka organ tubuh yang memproduksinya akan bekerja lebih berat. Misalnya pembesaran limpa dan perubahan bentuk tulang muka.

Walaupun demikian, bagi orang Indonesia thalassemia hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu merupakan anggapan yang salah karena thalassemia bisa terjadi pada siapa saja. Di Indonesia penderita thalassemia mencapai ribuan orang tanpa pengobatan optimal.

Identifikasi 8 Spesies Herpesvirus pada Manusia Dengan Metode Single Nested PCR

S. David Hudnall, Tiansheng Chen, Stephen K. Tyring
Journal of Virological Methods 116 (2004) 19-26
 
Pendahuluan
Sekarang ini diketahui 8 jenis virus herpes pada manusia yaitu: herpes simplex virus 1 (HSV-1), herpes simplex virus 2 (HSV-2), varicella-zoster virus (VZV), Epstein-Barr virus (EBV), cytomegalovirus (CMV), herpesvirus 6 (HHV-6), herpesvirus 7 (HHV-7), dan herpesvirus 8 (HHV-8, Kaposi’s sarcoma yang berasosiasi dengan herpesvirus [KSHV]). Virus herpes ini memiliki genom berupa DNA untai ganda yang relative besar. Infeksi primer dari virus ini ditandai dengan adanya respon antivirus yang kuat, dan virus ini bertahan di dalam tubuh inang sejak terjadinya infeksi primer. Periode laten asimptomatik laten yang panjang ini kemungkinan dapat disela oleh periode reaktivasi virus yang berupa replikasi virus dengan atau tanpa symptom klinis.
Teknik laboratorium untuk mendeteksi infeksi virus herpes pada manusia dari cairan tubuh mencakup kultur virus dan PCR. Akan tetapi, metode kultur untuk mendeteksi EBV, HHV-6, HHV-7 dan HHV-8 tidak praktis dan tidak terlalu dikenal. Walaupun PCR sangat berguna dalam mendeteksi keberadaan infeksi virus, uji skrining 8 jenis virus herpes dengan PCR konvensional membutuhkan 8 reaksi PCR yang terpisah dengan 8 set primer dan probe.
Penggunaan degenerate consensus PCR primer menjadi metode alternative dalam uji skrining untuk target berbeda yang memiliki hubungan yang dekat. Dengan satu set primer untuk polimerisasi daerah conserved dari gen DNA polymerase virus (Van Devanter et al, 1996) kita dapat mengamplifikasi DNA dari 22 virus herpes pada mamalia. Dengan menggunakan pendekatan ini, Rovnak et al. (1998) mengidentifikasi 5 jenis virus herpes pada sapi. Ehlers et al. (1999) memperbaiki metode ini dengan memanfaatkan campuran degenerate dan deoxyinosine (dI)-subtituted primer, sebuah pendekatan untuk mengamplifikasi sekuens yang berhubungan dekat (Knoth et al,. 1988). Dengan sekuensing produk hasil PCR, kita dapat mengidentifikasi 19 herpesvirus yang telah diketahui, termasuk 6 virus herpes pada manusia dan tiga virus baru pada kuda.
Dua metode deteksi berbeda, hibridisasi dot blot dan heteroduplex mobility assay, memungkinkan untuk identifikasi ambigu 8 virus herpes pada manusia, bahkan untuk keberadaan infeksi campuran. Metode ini akan dibuktikan kegunaannya untuk identifikasi cepat  virus herpes pada manusia dari jaringan dan cairan tubuh.
Hasil dan Pembahasan
            DNA dari 8 jenis virus herpes pada manusia, termasuk EBV dan HHV-6 subtipe dapat diamplifikasi dengan teknik nested PCR (Gambar 1). Pada setiap kasus, sekuensing nukleotida dari hasil amplifikasi menunjukkan spesifikasi spesies.
            Identifikasi spesies dengan menggunakan uji dot blot menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Setiap strip tes hanya menunjukkan hasil positif pada satu jenis virus dan tidak terjadi hibridisasi silang antar virus.
            Untuk menentukan sensitivitas uji dot blot, maka dilakukan 10 seri pengenceran DNA virus yang kemudian ditambahkan pada control DNA manusia dan selanjutnya dilakukan uji panel PCR dengan primer internal saja (Gambar 1). Sensitivitas tertinggi diperoleh VZV, EBV, CMV, HHV-6, HHV-7 dan HHV-8 dengan limit deteksi 10-100 copi virus. Hasil sensitivitas rendah diperoleh pada HSV-1 dan HSV-2 dengan limit deteksi 103-104 copi virus. Penambahan 5% DMSO pada campuran PCR meningkatkan sensitivitas terhadap uji HSV-1 dan HSV-2 dengan limit deteksi 10-100 copi virus. Nested PCR untuk semua virus herpes tersebut menghasilkan limit deteksi <10-20 copi virus (data tidak ditunjukkan).




Gambar 1. Uji sensitivitas pan-herpes PCR. Hibridisasi dot blot produk pan-herpes PCR di-PCR dengan primer internal dari 8 jenis virus herpes manusia. Sampel yang akan diPCR merupakan DNA manusia (Ramos cell line) yang telah ditambahkan larutan DNA yang telah diencerkan dengan 10 seri pengenceran (A-H). pengenceran dimulai dari 1010-103 untuk HSV-1 dan HSV-2, dan 108-101 untuk 4 jenis virus lainnya.
            Identifikasi spesies menggunakan HMSA (heteroduplex mobility shift assay) divalidasi dengan analisis sekuens nukleotida yang dicampur dengan tiap klon dari 8 klon produk PCR kira-kira perbandingan equimolar. Campuran DNA didenaturasi dan dibiarkan untuk reanneal dengan lambat untuk membentuk homo- dan heterodupleks. Delapan campuran DNA ini kemudian dielektroforesis. Hasil elektroforesis menunjukkan pita yang bergerak cepat menunjukkan homodupleks dan pita yang bergerak lambat menunjukkan heteridupleks. Tidak adanya heterodupleks pada kolom menunjukkan sampel virus yang diuji sesuai/cocok dengan DNA reference yang digunakan. Dengan pendekatan HMSA ini, kita dapat mengidentifikasi delapan virus herpes manusia yang unambigu (Gambar 2).
Gambar 2. HMSA (Heteroduplex mobility shift assay). Sampel pan-herpes produk PCR dihibridisasi bersama dengan delapan produk PCR virus herpes standar (ki-ka: kol.1 (HSV-1), kol.2 (HSV-2), kol.3 (VZV), kol.4 (EBV), kol.5 (CMV), kol.6 (HHV-6), kol.7 (HHV-7), kol.8 (HHV-8)). Kolom 9 merupakan penunjuk ukuran molekul. (A) HSV-1; pada kol.1 (HSV-1) tidak terdapat pita heterodupleks di bagian atas kolom dan hanya terdapat pita homodupleks tunggal yang bergerak cepat. Pada kol.2 (HSV-2), terdapat sebuah pita heterodupleks di atas pita homodupleks. Pada kolom lainnya terdapat 1-2 pita heterodupleks yang terlihat jelas. Hasil ini menunjukkan sampel positif HSV-1. (B) HSV-2; pada kol.2 (HSV-2) terdapat hanya sebuah pita homodupleks, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (C) VZV; pada kol.3 (VZV) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (D) EBV; pada kol.4 (EBV) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (E) CMV; pada kol.5 (CMV) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (F) HHV-6; pada kol.6 (HHV-6) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (G) HHV-7; pada kol.7 (HHV-7) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (H) HHV-8; pada kol.8 (HHV-8) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks.
            Hasil representative dari deteksi menggunakan dot blot atau HMSA untuk mendeteksi HSV-1, VZV, EBV dan HHV-8 dan dari empat specimen klinis yang berbeda dapat dilihat pada gambar 6. Metode uji ini tidak hanya dapat mendeteksi virus herpes tunggal, tapi juga lebih dari satu jenis virus herpes dari satu sampel (Gambar 6d).
Gambar 3. (a) Deteksi virus herpes dengan hibridisasi dot blot; (b) HMSA sampel klinis menunjukkan HSV-1 positif; (c) HMSA sampel klinis menunjukkan HHV-8 positif (kol.8); (d) Dual HMSA (HSV-1 dan HSV-2). Hasil ini menunjukkan sampel mengandung HSV-1 dan HSV-2.
            Peneliti telah dapat mengembangkan dua metode berbeda untuk identifikasi spesifik dari DNA virus herpes yang teramplifikasi, yaitu metode dot blot dan HMSA (heteroduplex mobility shift assay). Pada uji dot blot, produk PCR yang dilabel digoxigenin dihibridisasi pada membrane nylon strip deteksi dengan linear array dari DNA klon virus herpes standard an dideteksi dengan chemiluminescence immunoassay sederhana. Metode ini sederhana, cepat dan dapat mendeteksi banyak virus herpes dalam satu sampel (Gambar 4). Hibridisasi silang yang tidak signifikan antara virus herpes terdeteksi, dan tidak terdapat positif palsu dari DNA virus non-herpes.





Gambar 4. Pan-herpes dot blot. Gabungan fotografi 8 strip membran nylon (disusun berdasarkan panjang), tiap pre-spot mengandung klon DNA virus herpes (ki-ka: HSV-1 hingga HHV-8) dan dihibridisasi dengan produk PCR pan-herpes yang dilabel digoxigenin dari virus herpes manusia 1-8 (label sepanjang sumbu Y). Hanya DNA dari satu virus herpes yang terdeteksi pada tiap strip nylon.
Metode uji kedua yang berhasil dikembangkan untuk identifikasi spesies virus herpes adalah heterodupleks mobility shift assay. Metode ini merupakan metode yang sensitive dan telah digunakan untuk genotyping dan suntyping virus (White et al., 2000; Barrett-Muir et al., 2001; Barlow et al., 2000; Tatt et al., 2000). HMSA berdasarkan pada perpindahan elektrofortik diferensial DNA hybrid yang terbentuk oleh renaturasi DNA uji yang terdenaturasi dengan DNA reference yang terdenaturasi. Pergerakan elektroforetik incompletely annealed DNA heterodupleks dari pasangan rantai DNA yang tidak cocok lebih lambat dibandingkan homodupleks yang terbentuk antara pasangan rantai yang cocok.