November 14, 2010

VIRUS HEPATITIS B

Pendahuluan
Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang terpenting di antaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Virus yang menyebabkan penyakit ini berada dalam cairan tubuh manusia yang dapat ditularkan ke orang lain. Sebagian orang yang terinfeksi virus ini dapat sembuh dengan sendirinya, namun demikian virus ini akan menetap dalam tubuh seumur hidup.
Di Indonesia hepatitis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit infeksi dan paru dengan jumlah penderita mencapai 40 juta. Di Jakarta ditemukan 239 penderita Hepatitis akut (61,09% oleh karena HAV,17,5% oleh karena HBV,dan 21,34%). Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 350 juta hepatitis B, sekitar 11 juta di antaranya berada di Indonesia.
Infeksi virus hepatitis B adalah salah satu hepatitis yang tersering ditemukan dan merupakan problem kesehatan masyarakat yang besar di dunia. Pada saat ini diperkirakan terdapat 350 juta pengidap hepatitis B di dunia dan tiga perempat dari mereka (78%) berada di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia (WHO, 1987). Prevalensi HBsAg di Indonesia secara global termasuk kelompok daerah endemis sedang sampai tinggi. Mengingat Indonesia dengan geografis yang luas, maka didapatkan data yang sangat bervariasi. Menurut data dari Tim hepatitis Nasional prevalensi hepatitis B berkisar antara 5 – 20%.
  1. Virus Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Baruch Blumberg pada tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk virus DNA. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar berupa Hepatitis B surface antigen (HBsAg) yang terdiri atas lipoprotein membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B envelope antigen (HBeAg). Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.
A.1. Virologi
Virus hepatitis B (HBV) termasuk anggota keluarga virus Hepadnaviridae. Virus hepatitis utuh adalah suatu virus DNA yang berlapis ganda (double shalled), dengan diameter 42 nm. Bagian luar virus ini terdiri dari HBsAg, sedang bagian dalam adalah nucleocapsid yang terdiri dari HBcAg. Di dalam nukleokapsid didapatkan kode genetik VHB yang terdiri dari DNA untai ganda (double stranded) dengan panjang 3200 nukleotida.
Virus hepatitis mempunyai 3 bentuk yaitu: partikel bentuk sphaeris berdiameter 22 nm, partikel Dane dengan diameter 42 nm, partikel berbentuk tubuler (filament) berdiameter 22 nm dan panjang 200-499 nm.
Virus hepatitis terdiri dari dua bagian. Selubung luar (Hepatitis B surface antigen = HBsAg) yang membungkus bagian dalam virus, dan bagian dalam terdiri dari inti dikenal sebagai Hepatitis B core antigen (HBcAg), dan Hepatitis B envelope antigen (HBeAg), partially double stranded DNA polimerase (DNA-p) serta suatu aktivitas protein kinase.
Hepatitis B surface Antigen (HBsAg)
Antigen permukaan (HBsAg) selain merupakan pembungkus partikel inti, juga terdapat dalam bentuk lepas berupa partikel bulat berukuran 22 nm dan partikel tubular yang berukuran sama dengan panjang berkisar antara 50 – 250 nm. Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya. Subtipe adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Subtipe ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtipe adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtipe adr terjadi di Jepang dan China
HBsAg mempunyai paling sedikit 5 determinan antigenik yaitu determinan grup spesifik a yang terdapat pada semua HBsAg, dua pasang sub determinan subtipe yaitu d, y dan w, r. dengan ditemukannya determinan subtipe maka subtipe HBsAg pun bertambah yaitu : adw2; adw4; adr ayr, ayw2, ayw3, ayw4, adyw, adyr, adwr, aywr. Subtipe tidak menentukan berat ringan perjalanan penyakit, tetapi lebih berarti secara epidemiologi.
Hepatitis B core Antigen (HBcAg)
Antigen yang merupakan produk gen core HBV dan tidak terdeteksi di dalam darah. Dapat ditemukan pada jaringan hati pada infeksi akut dan kronik.
Anti-HBs
Biasanya tidak terdeteksi jika masih terdapat HBsAg. Keberadaan antibodi ini menunjukkan proses penyembuhan dan kekebalan terhadap infeksi HBV. Vaksinasi terhadap HBV akan sukses apabila menginduksi pembentukan antibodi ini dalam kadar yang cukup untuk perlindungan terhadap infeksi.
Antibodi Anti pre-S
Setelah infeksi primer oleh HBV, dalam darah pasien akan terdapat anti-pre-S1, anti-pre S2, dan anti-S. Anti-pre S1 biasanya timbul lebih dulu dari S.
Anti-HBc
Anti-HBc pada hepatitis B akut timbul pada saat terjadi kelainan hati, kemudian kadarnya meninggi dengan cepat serta menetap selama hidup. Keberadaan antibodi ini dalam kadar rendah selama terjadi replikasi virus.
IgM anti-HBc
Antibodi ini terdeteksi pada hepatitis akut dan bertahan selama tiga bulan sampai setahun pada fase penyakit sembuh, pada infeksi yang berkembang menjadi kronik. IgM anti-HBc terdapat menetap dalam kadar rendah selama terjadi replikasi virus.
Hepatitis B envelope antigen (HBeAg)
Munculnya HBeAg dalam serum erat kaitannya dengan partikel Dane dan petanda serologik yang lain seperti HBcAg dan DNA polymerase (DNA-p). Pada kasus hepatitis akut, HBeAg positif menandakan bahwa replikasi VHB masih aktif. Fase non replikasi biasanya ditandai dengan munculnya HBe.
Anti-HBe
Anti bodi ini terdeteksi jika HBeAg hilang pada hepatitis akut dan kronik. Pada hepatitis B akut, adanya anti-HBe menunjukkan proses penyembuhan infeksi, meskipun masih terdapat HBsAg. Jika terjadi mutasi virus pada daerah per-core, replikasi HBV berjalan terus walaupun tidak membuat HBeAg lagi.
DNA polymerase (DNA-p) dan DNA-VHB
Virus hepatitis B memiliki suatu enzim endogen yang disebut DNA-polimerase (DNA-p). Enzim ini didapatkan dalam partikel Dane dan terletak di bagian dalam dari core. Serum dengan HBsAg positif yang memperlihatkan aktifitas enzim ini, menunjukkan bahwa banyak terdapat partikel Dane dan umumnya menunjukkan HBeAg positif. Sebaliknya, pada serum HBsAg positif yang tidak menunjukkan adanya aktivitas DNA-p umumnya tidak atau hanya sedikit mengandung partikel Dane dan HBeAg juga umumnya negatif. Berdasarkan kenyataan ini, maka banyak para ahli berpendapat bahwa adanya aktivitas DNA-p dan positifitas HBeAg merupakan petanda serologik yang baik untuk menunjukkan adanya virus hepatitis B yang utuh di dalam sirkulasi darah dan menandakan efektifitas yang tinggi.
A.2. Cara Penularan Virus
Pada awalnya infeksi HBV diduga hanya dapat ditularkan dengan pemindahan serum yang infeksius (parental), dan karena itu penyakit ini pernah dinamakan hepatitis serum. Kemudian diketahui infeksi HBV dapat ditularkan dengan berbagai cara baik parental maupun non parental. Di daerah dengan prevalensi infeksi HBV tinggi, cara penularan non parenteral lebih penting dibandingkan dengan cara penularan parenteral. Untuk mudahnya cara penularan infeksi HBV dapat dibagi tiga bagian yaitu:
1. Melewati kulit.
2. Melewati selaput lendir.
3. Penularan perinatal.
Cara penularan HBV melalui kontak personal yang erat dan dengan jalan seksual. Hubungan seksual yang promiskus mempunyai resiko tinggi khususnya pria homoseksual. Antigen permukaan Hepatitis B (HBsAg) ditemukan secara berulang-ulang dalam darah dan berbagai cairan tubuh lainnya. Adanya antigen dalam urine, empedu, faeses, keringat dan air mata juga telah dilaporkan tetapi belum dipastikan. Penularan dengan cara ini dikenal juga dengan cara penularan non-parenteral.
Cara penularan HBV di daerah tropik sama dengan cara penularan yang terjadi di bagian dunia lainnya, tetapi faktor-faktor tambahan mempunyai arti penting. Faktor tambahan tersebut termasuk tatto tradisional dan perlukaan kulit, pengaliran darah, sirkulasi ritual dengan alat yang tidak steril dan gigitan berulang oleh vektor arthropoda pengisap darah. Cara penularan ini disebut juga sebagai cara penularan parenteral.
Hasil penelitian mengenai peranan serangga penggigit dalam penyebaran HBV masih merupakan pertentangan. HBsAg dapat dideteksi pada beberapa spesies nyamuk dan kutu yang ditangkap di daerah liar atau yang secara eksperimen diberi makan darah yang terinfeksi, tetapi tidak terdapat bukti yang menyakinkan mengenai replikasi virus di dalam tubuh serangga. Penularan mekanik dari infeksi mungkin terjadi, khususnya akibat pemberian makanan yang terhenti di daerah prevalensi tinggi.

Pola Penularan.
Walaupun infeksi HBV dapat ditularkan dengan berbagai cara tetapi hanya terdapat 2 macam pola penularan terpenting yaitu pola penularan vertikal dan pola penularan horizontal. Pola penularan horizontal dapat melalui dua jalur, yaitu :
Penularan melalui kulit
Virus Hepatitis B tidak dapat menembus kulit yang utuh, maka infeksi HBV melalui kulit dapat terjadi melalui dua cara, yaitu dengan ditembusnya kulit oleh tusukan jarum atau alat lain yang tercemar bahan infektif, atau melalui kontak antara bahan yang infektif dengan kulit yang sudah mengalami perubahan/lesi.
Penularan melalui mukosa
Mukosa dapat menjadi port d’entry infeksi HBV yaitu melalui mulut, mata, hidung, saluran makan bagian bawah dan alat kelamin.
Pengidap HBsAg merupakan suatu kondisi yang infeksius untuk lingkungan karena sekret tubuhnya juga mengandung banyak partikel HBV yang infektif, saliva, semen, sekret vagina. Dengan demikian kontak erat antara individu yang melibatkan sekret-sekret tersebut, dapat menularkan infeksi HBV, misal perawatan gigi dan yang sangat penting secara epidemiologis adalah penularan hubungan seksual.
Pola penularan vertikal yaitu dari ibu hamil yang mengidap infeksi HBV kepada bayi yang dilahirkan. Yang dapat terjadi pada saat di dalam rahim (intrauterin), pada saat persalinan (intrapartum) dan pasca persalinan (postpartum).
Penularan infeksi HBV terjadi saat proses persalinan oleh karena adanya kontak atau paparan dengan sekret yang mengadung HBV (cairan amnion, darah ibu, sekret vagina) pada kulit bayi dengan lesi (abrasi) dan pada mukosa (konjungtiva). Bayi yang dilahirkan dari ibu yang HBsAg+ HBeAg+ akan menderita HBV. Infeksi yang terjadi pada bayi ini tanpa gejala klinis yang menonjol, keadaan ini menyebabkan ibu menjadi lengah dan lupa membuat upaya pencegahan.

Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Penularan
1. Konsentrasi virus.
2. Volume inokulum
3. Lama kontak
4. Cara masuk HBV ke dalam tubuh
5. Kerentanan individu yang bersangkutan
B.     Patologi Hepatitis B
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti, asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru yang selanjutnya dilepaskan ke peredaran darah. Mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut di seluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan.
Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas di daerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis di antara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.
  1. Cara Pencegahan
Ada tiga macam cara pencegahan infeksi HBV yang terpenting yaitu :
1) perbaikan hygiene dan sanitasi
2) pencegahan penularan parenteral
3) immunisasi.
Pencegahan penularan parenteral yang terpenting adalah penapisan HbsAg pada darah pratransfusi, sterilisasi alat kedokteran secara virusidal dan prinsip penggunaan satu alat steril untuk satu orang pada tindakan parental.
Pada saat ini telah tersedia vaksin Hepatitis B yang immunogenik baik yang berasal dari plasma maupun yang dibuat dengan rekayasa genetika. Vaksin ini terbukti efektif untuk menimbulkan kekebalan aktif pada individu yang belum terinfeksi (preexposure immonization). Di negara-negara dengan prevalensi infeksi HBV sedang-tinggi, sasaran utama immuniasi Hepatitis B adalah bayi dan anak-anak kecil, sedangkan di daerah prevalensi rendah sasaran utama adalah kelompok risiko tinggi.
Untuk mencegah terjadinya infeksi pada individu setelah terjadi kontak dengan HBV diberikan gabungan immunisasi aktif menggunakan vaksin dan immunisasi pasif menggunakan HBIG (postexposure immunization).
Secara umum program immunisasi Hepatitis B bertujuan menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh infeksi Hepatitis B dan akibat lanjut darinya, dengan memberi kekebalan kepada bayi sedini mungkin.
Program pencegahan infeksi HBV perinatal sangat sulit dilaksanakan di negara-negara sedang berkembang karena hanya sebagian kecil ibu-ibu yang memeriksakan diri serta melahirkan di rumah sakit. Karena itu terdapat kecenderungan untuk melakukan imunisasi HBV pada semua bayi baru lahir sebagai bagian dari immunisasi EPI (Expanded Program Immunization). Selain itu perbaikan hygiene dan sanitasi akan mengurangi penularan infeksi HBV horizontal.

Pustaka
Gani, R.A. 2005. Pengobatan Terkini Hepatitis Kronik B dan C. RS Internasional Bintaro.

Gunawan, S. 2009. Petanda Serologik Infeksi Hepatitis B. Rumah Sakit Biomedika. Mataram.

Rasmilah. 2001. Hepatitis B. USU Lib. Medan.

Siregar, F.A. tth. Hepatitis B Ditinjau dari Kesehatan Masyarakat dan Upaya Pencegahan. USU Lib. Medan.

Suharjo, JB. Dan B. Cahyono. 2006. Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronis. Cermin Dunia Kedokteran No. 150: 5-7.

Suparyatmo, JB. 1994. Frekuensi HBsAg & PIBeAg pada ibu Hamii. Cermin Dunia Kedokteran No. 95: 47-49.

1 komentar: