S. David Hudnall, Tiansheng Chen, Stephen K. Tyring
Journal of Virological Methods 116 (2004) 19-26
Pendahuluan
Sekarang ini diketahui 8 jenis virus herpes pada manusia yaitu: herpes simplex virus 1 (HSV-1), herpes simplex virus 2 (HSV-2), varicella-zoster virus (VZV), Epstein-Barr virus (EBV), cytomegalovirus (CMV), herpesvirus 6 (HHV-6), herpesvirus 7 (HHV-7), dan herpesvirus 8 (HHV-8, Kaposi’s sarcoma yang berasosiasi dengan herpesvirus [KSHV]). Virus herpes ini memiliki genom berupa DNA untai ganda yang relative besar. Infeksi primer dari virus ini ditandai dengan adanya respon antivirus yang kuat, dan virus ini bertahan di dalam tubuh inang sejak terjadinya infeksi primer. Periode laten asimptomatik laten yang panjang ini kemungkinan dapat disela oleh periode reaktivasi virus yang berupa replikasi virus dengan atau tanpa symptom klinis.
Teknik laboratorium untuk mendeteksi infeksi virus herpes pada manusia dari cairan tubuh mencakup kultur virus dan PCR. Akan tetapi, metode kultur untuk mendeteksi EBV, HHV-6, HHV-7 dan HHV-8 tidak praktis dan tidak terlalu dikenal. Walaupun PCR sangat berguna dalam mendeteksi keberadaan infeksi virus, uji skrining 8 jenis virus herpes dengan PCR konvensional membutuhkan 8 reaksi PCR yang terpisah dengan 8 set primer dan probe.
Penggunaan degenerate consensus PCR primer menjadi metode alternative dalam uji skrining untuk target berbeda yang memiliki hubungan yang dekat. Dengan satu set primer untuk polimerisasi daerah conserved dari gen DNA polymerase virus (Van Devanter et al, 1996) kita dapat mengamplifikasi DNA dari 22 virus herpes pada mamalia. Dengan menggunakan pendekatan ini, Rovnak et al. (1998) mengidentifikasi 5 jenis virus herpes pada sapi. Ehlers et al. (1999) memperbaiki metode ini dengan memanfaatkan campuran degenerate dan deoxyinosine (dI)-subtituted primer, sebuah pendekatan untuk mengamplifikasi sekuens yang berhubungan dekat (Knoth et al,. 1988). Dengan sekuensing produk hasil PCR, kita dapat mengidentifikasi 19 herpesvirus yang telah diketahui, termasuk 6 virus herpes pada manusia dan tiga virus baru pada kuda.
Dua metode deteksi berbeda, hibridisasi dot blot dan heteroduplex mobility assay, memungkinkan untuk identifikasi ambigu 8 virus herpes pada manusia, bahkan untuk keberadaan infeksi campuran. Metode ini akan dibuktikan kegunaannya untuk identifikasi cepat virus herpes pada manusia dari jaringan dan cairan tubuh.
Hasil dan Pembahasan
DNA dari 8 jenis virus herpes pada manusia, termasuk EBV dan HHV-6 subtipe dapat diamplifikasi dengan teknik nested PCR (Gambar 1). Pada setiap kasus, sekuensing nukleotida dari hasil amplifikasi menunjukkan spesifikasi spesies.
Identifikasi spesies dengan menggunakan uji dot blot menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Setiap strip tes hanya menunjukkan hasil positif pada satu jenis virus dan tidak terjadi hibridisasi silang antar virus.
Untuk menentukan sensitivitas uji dot blot, maka dilakukan 10 seri pengenceran DNA virus yang kemudian ditambahkan pada control DNA manusia dan selanjutnya dilakukan uji panel PCR dengan primer internal saja (Gambar 1). Sensitivitas tertinggi diperoleh VZV, EBV, CMV, HHV-6, HHV-7 dan HHV-8 dengan limit deteksi 10-100 copi virus. Hasil sensitivitas rendah diperoleh pada HSV-1 dan HSV-2 dengan limit deteksi 103-104 copi virus. Penambahan 5% DMSO pada campuran PCR meningkatkan sensitivitas terhadap uji HSV-1 dan HSV-2 dengan limit deteksi 10-100 copi virus. Nested PCR untuk semua virus herpes tersebut menghasilkan limit deteksi <10-20 copi virus (data tidak ditunjukkan).
Gambar 1. Uji sensitivitas pan-herpes PCR. Hibridisasi dot blot produk pan-herpes PCR di-PCR dengan primer internal dari 8 jenis virus herpes manusia. Sampel yang akan diPCR merupakan DNA manusia (Ramos cell line) yang telah ditambahkan larutan DNA yang telah diencerkan dengan 10 seri pengenceran (A-H). pengenceran dimulai dari 1010-103 untuk HSV-1 dan HSV-2, dan 108-101 untuk 4 jenis virus lainnya.
Identifikasi spesies menggunakan HMSA (heteroduplex mobility shift assay) divalidasi dengan analisis sekuens nukleotida yang dicampur dengan tiap klon dari 8 klon produk PCR kira-kira perbandingan equimolar. Campuran DNA didenaturasi dan dibiarkan untuk reanneal dengan lambat untuk membentuk homo- dan heterodupleks. Delapan campuran DNA ini kemudian dielektroforesis. Hasil elektroforesis menunjukkan pita yang bergerak cepat menunjukkan homodupleks dan pita yang bergerak lambat menunjukkan heteridupleks. Tidak adanya heterodupleks pada kolom menunjukkan sampel virus yang diuji sesuai/cocok dengan DNA reference yang digunakan. Dengan pendekatan HMSA ini, kita dapat mengidentifikasi delapan virus herpes manusia yang unambigu (Gambar 2).
Gambar 2. HMSA (Heteroduplex mobility shift assay). Sampel pan-herpes produk PCR dihibridisasi bersama dengan delapan produk PCR virus herpes standar (ki-ka: kol.1 (HSV-1), kol.2 (HSV-2), kol.3 (VZV), kol.4 (EBV), kol.5 (CMV), kol.6 (HHV-6), kol.7 (HHV-7), kol.8 (HHV-8)). Kolom 9 merupakan penunjuk ukuran molekul. (A) HSV-1; pada kol.1 (HSV-1) tidak terdapat pita heterodupleks di bagian atas kolom dan hanya terdapat pita homodupleks tunggal yang bergerak cepat. Pada kol.2 (HSV-2), terdapat sebuah pita heterodupleks di atas pita homodupleks. Pada kolom lainnya terdapat 1-2 pita heterodupleks yang terlihat jelas. Hasil ini menunjukkan sampel positif HSV-1. (B) HSV-2; pada kol.2 (HSV-2) terdapat hanya sebuah pita homodupleks, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (C) VZV; pada kol.3 (VZV) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (D) EBV; pada kol.4 (EBV) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (E) CMV; pada kol.5 (CMV) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (F) HHV-6; pada kol.6 (HHV-6) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (G) HHV-7; pada kol.7 (HHV-7) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks. (H) HHV-8; pada kol.8 (HHV-8) terdapat pita homoduplex tunggal, sedangkan pada kolom lainnya terdapat pita heterodupleks.
Hasil representative dari deteksi menggunakan dot blot atau HMSA untuk mendeteksi HSV-1, VZV, EBV dan HHV-8 dan dari empat specimen klinis yang berbeda dapat dilihat pada gambar 6. Metode uji ini tidak hanya dapat mendeteksi virus herpes tunggal, tapi juga lebih dari satu jenis virus herpes dari satu sampel (Gambar 6d).
Gambar 3. (a) Deteksi virus herpes dengan hibridisasi dot blot; (b) HMSA sampel klinis menunjukkan HSV-1 positif; (c) HMSA sampel klinis menunjukkan HHV-8 positif (kol.8); (d) Dual HMSA (HSV-1 dan HSV-2). Hasil ini menunjukkan sampel mengandung HSV-1 dan HSV-2.
Peneliti telah dapat mengembangkan dua metode berbeda untuk identifikasi spesifik dari DNA virus herpes yang teramplifikasi, yaitu metode dot blot dan HMSA (heteroduplex mobility shift assay). Pada uji dot blot, produk PCR yang dilabel digoxigenin dihibridisasi pada membrane nylon strip deteksi dengan linear array dari DNA klon virus herpes standard an dideteksi dengan chemiluminescence immunoassay sederhana. Metode ini sederhana, cepat dan dapat mendeteksi banyak virus herpes dalam satu sampel (Gambar 4). Hibridisasi silang yang tidak signifikan antara virus herpes terdeteksi, dan tidak terdapat positif palsu dari DNA virus non-herpes.
Gambar 4. Pan-herpes dot blot. Gabungan fotografi 8 strip membran nylon (disusun berdasarkan panjang), tiap pre-spot mengandung klon DNA virus herpes (ki-ka: HSV-1 hingga HHV-8) dan dihibridisasi dengan produk PCR pan-herpes yang dilabel digoxigenin dari virus herpes manusia 1-8 (label sepanjang sumbu Y). Hanya DNA dari satu virus herpes yang terdeteksi pada tiap strip nylon.
Metode uji kedua yang berhasil dikembangkan untuk identifikasi spesies virus herpes adalah heterodupleks mobility shift assay. Metode ini merupakan metode yang sensitive dan telah digunakan untuk genotyping dan suntyping virus (White et al., 2000; Barrett-Muir et al., 2001; Barlow et al., 2000; Tatt et al., 2000). HMSA berdasarkan pada perpindahan elektrofortik diferensial DNA hybrid yang terbentuk oleh renaturasi DNA uji yang terdenaturasi dengan DNA reference yang terdenaturasi. Pergerakan elektroforetik incompletely annealed DNA heterodupleks dari pasangan rantai DNA yang tidak cocok lebih lambat dibandingkan homodupleks yang terbentuk antara pasangan rantai yang cocok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar